TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Dasar Koding: Apa Saja Yang Perlu Diajarkan Sejak Dini?
13 - Juni - 2025 67 Share :Yuk pahami dasar koding untuk anak sejak dini! Ini dia konsep penting yang perlu guru ajarkan dari awal agar siswa siap masuk dunia digital.

Sering dengar istilah "koding sejak dini", tapi masih bingung apa aja sih yang sebenarnya perlu diajarkan ke anak-anak? Tenang, Bu dan Pak Guru! Mengajarkan koding di usia dini nggak berarti harus langsung belajar bahasa pemrograman rumit. Justru, yang paling penting adalah mengenalkan dasar-dasar logika dan berpikir komputasional dengan cara yang menyenangkan dan bertahap. Yuk, kita bahas bersama konsep-konsep penting yang bisa jadi pondasi kuat bagi siswa!
1. Berpikir Komputasional
Sebelum anak diajak kenalan sama dunia koding yang identik dengan baris-baris kode, ada satu hal penting yang perlu dilatih lebih dulu: berpikir komputasional. Nah, istilah ini mungkin terdengar agak teknis, tapi jangan khawatir—sebenarnya ini hanyalah cara berpikir yang runut, sistematis, dan logis dalam menyelesaikan masalah.
Jadi, misalnya ada masalah sederhana: bagaimana cara anak menuju sekolah dari rumah? Anak bisa diajak memikirkan langkah-langkahnya satu per satu—bangun tidur, mandi, sarapan, naik sepeda, sampai tiba di kelas. Nah, proses menyusun langkah-langkah ini dengan urutan yang benar, itulah berpikir komputasional.
Dalam konteks pembelajaran, guru bisa melatih cara berpikir ini melalui aktivitas yang seru dan tanpa perangkat digital. Contohnya:
- Menyusun puzzle: Anak diminta mengurutkan potongan gambar atau cerita agar menjadi utuh dan logis.
- Permainan peran: Siswa jadi ‘robot’, temannya jadi ‘programmer’ yang memberi perintah seperti “maju dua langkah, belok kanan”.
- Mencari jalur dalam labirin: Menggunakan kertas atau papan permainan untuk menemukan rute tercepat dan paling efisien.
Aktivitas-aktivitas ini melatih anak untuk mengenali masalah, memilah informasi penting, dan menyusun strategi. Dan yang terpenting, mereka tidak merasa sedang belajar hal “berat”—karena semuanya dikemas lewat permainan dan eksplorasi.
Dengan berpikir komputasional, anak-anak jadi terbiasa untuk tidak buru-buru mengambil keputusan. Mereka belajar untuk mengamati dulu, menganalisis, lalu mencoba menyusun solusi. Ini adalah bekal penting bukan hanya untuk pelajaran koding, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari—baik saat menyelesaikan soal matematika, membuat kerajinan, atau saat berinteraksi sosial.
Maka dari itu, mari kita latih kemampuan ini sejak awal, karena dari sinilah pondasi koding dan pola pikir kritis anak akan tumbuh dengan alami dan menyenangkan.
2. Algoritma Sederhana
Setelah anak mulai terbiasa berpikir runtut dan logis, saatnya mengenalkan mereka pada konsep dasar yang menjadi tulang punggung dari semua aktivitas koding, yaitu algoritma. Tenang, Bu dan Pak Guru, kata “algoritma” ini terdengar rumit, tapi sebetulnya sangat dekat dengan keseharian kita.
Algoritma adalah urutan langkah-langkah logis yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah masalah atau menjalankan tugas. Dalam pembelajaran koding, mengenalkan algoritma sejak dini sangat penting agar siswa terbiasa berpikir terstruktur dan tidak meloncat-loncat dalam menyelesaikan sesuatu.
Contoh paling sederhana yang bisa digunakan di kelas adalah aktivitas “membuat roti bakar”. Ajak siswa menyebutkan langkah-langkahnya satu per satu: ambil roti, oleskan mentega, panaskan di atas wajan, tunggu hingga kecokelatan, lalu sajikan. Jika satu langkah dilompati—misalnya lupa memanaskan wajan—maka hasilnya tidak akan sesuai harapan. Dari sini, siswa bisa memahami bahwa menyusun urutan langkah dengan benar sangat penting.
Contoh lain: “pergi ke sekolah dari rumah”. Guru bisa mengajak siswa menuliskan atau menggambarkan urutannya: bangun tidur, mandi, sarapan, pakai seragam, ambil tas, naik sepeda, sampai tiba di gerbang sekolah. Lalu guru bisa bermain dengan memutar urutannya dan meminta siswa menunjukkan kesalahan urutan. Aktivitas ini tidak hanya seru, tapi sangat membantu siswa memahami konsep algoritma secara alami.
Metode ini juga bisa dikembangkan ke berbagai aktivitas tematik seperti:
- Menyusun resep makanan tradisional dalam pelajaran Bahasa Indonesia
- Menggambar prosedur daur ulang sampah dalam pelajaran IPA
- Membuat panduan sederhana bermain permainan tradisional di PJOK
Menurut Kemendikdasmen (2025) dalam Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial, salah satu indikator kesiapan siswa dalam belajar koding adalah mampu menyusun algoritma sederhana melalui kegiatan kontekstual. Selain itu, pendekatan berbasis aktivitas nyata terbukti efektif meningkatkan keterlibatan siswa dan pemahaman konsep secara menyeluruh.
Jadi, mari kita mulai dari hal-hal yang dekat dengan dunia anak. Dengan begitu, mereka tidak hanya belajar “koding” sebagai aktivitas digital, tapi juga sebagai cara berpikir yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial; CS Unplugged; Wing, J. (2006). Computational Thinking.
3. Urutan dan Logika
Salah satu prinsip utama dalam koding adalah urutan perintah. Komputer membaca instruksi secara berurutan, dari atas ke bawah, dan tidak akan “menebak” maksud pengguna. Artinya, jika ada satu langkah yang keliru urutannya, maka hasil akhirnya bisa jauh berbeda dari yang diharapkan. Nah, konsep ini penting banget untuk dikenalkan sejak dini kepada siswa.
Mengajarkan urutan dan logika bukan berarti langsung menyuruh siswa menulis baris kode. Kita bisa mulai dari aktivitas sederhana yang melatih cara berpikir runtut dan masuk akal. Misalnya:
- Permainan “Masak Mie Instan”: Ajak siswa menulis urutan memasak mie instan. Kalau mereka meletakkan “masukkan bumbu” sebelum “rebus mie”, kita bisa diskusikan kenapa hasilnya jadi aneh.
- Membangun Menara Balok: Minta siswa menyusun instruksi untuk temannya agar bisa membangun menara dari balok sesuai gambar. Jika urutan instruksi tidak tepat, bentuknya akan berbeda dari target.
- Kartu Urutan Aktivitas: Cetak gambar aktivitas harian (bangun tidur, mandi, sarapan, dll.), lalu minta siswa menyusunnya dengan urutan yang logis. Aktivitas ini juga bisa dimodifikasi sesuai konteks mata pelajaran.
Melalui kegiatan seperti ini, siswa belajar bahwa logika dan urutan itu saling berkaita
4. Pengulangan dan Percabangan
Setelah siswa memahami konsep urutan dan logika, saatnya mengenalkan dua konsep yang nggak kalah penting dalam koding: pengulangan (looping) dan percabangan (conditional statement). Keduanya adalah bagian utama dalam menyusun program yang efisien dan dinamis.
Konsep pengulangan mengajarkan siswa bahwa tidak semua tugas harus ditulis berulang secara manual. Cukup satu perintah yang diberi instruksi berulang, maka komputer akan menjalankannya berkali-kali. Misalnya, menggambar lima kotak yang ukurannya sama—daripada menulis perintah “gambar kotak” lima kali, cukup gunakan satu perintah dengan perulangan lima kali.
Di kelas, guru bisa mempraktikkan konsep ini dengan permainan gerakan. Contoh: “Tepuk tangan 3 kali, lompat 2 kali, ulangi 2 kali.” Anak-anak belajar bahwa satu blok instruksi bisa diulang sesuai kebutuhan. Mereka juga mulai memahami efisiensi: semakin sedikit instruksi tapi hasilnya tetap sama, itu berarti lebih efisien.
Sementara itu, percabangan memperkenalkan logika “jika… maka…” yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya:
- Jika lampu merah, maka berhenti. Jika lampu hijau, maka jalan.
- Jika hari Senin, maka pakai seragam pramuka. Jika hari Jumat, maka olahraga.
- Jika nilai ulangan ≥ 75, maka lanjut ke bab berikutnya. Jika tidak, ulangi latihan.
Anak-anak bisa diajak bermain simulasi menggunakan kartu kondisi. Misalnya: guru menunjukkan kartu “cuaca = hujan”, lalu siswa diminta memilih aksi: “bawa payung” atau “tidak usah keluar rumah”. Ini bisa dikembangkan jadi permainan menyenangkan sekaligus edukatif.
Menurut Kemendikdasmen (2025) dalam Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial, konsep pengulangan dan percabangan sangat penting dalam membentuk computational thinking karena membantu anak memahami efisiensi dan logika pengambilan keputusan dalam pemrograman maupun kehidupan sehari-hari.
Dengan mengenalkan kedua konsep ini melalui aktivitas sederhana dan kontekstual, siswa bisa belajar bahwa program komputer tidak hanya tentang menjalankan perintah, tetapi juga tentang berpikir cerdas, logis, dan efisien.
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial; CS Unplugged Project (csunplugged.org).
5. Debugging (Mencari dan Memperbaiki Kesalahan)
Salah satu hal yang paling sering terjadi dalam dunia pemrograman adalah kesalahan. Bahkan programmer profesional pun hampir selalu berhadapan dengan yang namanya bug—istilah untuk kesalahan dalam kode. Nah, proses menemukan dan memperbaiki kesalahan ini dikenal dengan istilah debugging.
Dalam konteks pembelajaran koding untuk anak, justru penting sekali untuk memperkenalkan konsep ini sejak dini. Bukan untuk membuat mereka takut salah, tapi justru untuk membiasakan mereka bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Anak-anak perlu tahu bahwa kesalahan itu wajar, dan tugas mereka bukan menghindarinya, tapi belajar memperbaikinya dengan sabar.
Misalnya, jika anak membuat program di Scratch dan karakter tidak bergerak seperti yang diharapkan, guru bisa mengajak mereka meninjau kembali setiap blok kode. Apakah urutannya sudah benar? Apakah semua perintah sudah sesuai? Di sinilah proses debugging terjadi—anak-anak belajar mengevaluasi pekerjaannya sendiri, bertanya, mencoba ulang, dan memperbaiki hingga hasilnya sesuai harapan.
Aktivitas debugging juga bisa dilakukan tanpa komputer. Contohnya:
- Debugging Instruksi Jalan: Guru memberikan urutan langkah yang salah untuk mencapai suatu tujuan (misalnya dari meja ke papan tulis). Siswa diminta menemukan kesalahan dan memperbaikinya agar bisa sampai dengan benar.
- Kartu Cerita Acak: Guru menyiapkan cerita bergambar yang urutannya salah. Siswa diminta menata ulang gambar agar ceritanya masuk akal. Ini membantu mereka memahami alur dan mencari “bug” dalam narasi.
- Permainan “Kode Salah”: Guru menampilkan barisan instruksi atau simbol, lalu menyisipkan satu atau dua bagian yang tidak sesuai. Siswa harus menemukan bagian yang salah dan memperbaikinya.
Aktivitas semacam ini sangat berguna untuk menumbuhkan ketelitian, ketekunan, dan kemampuan reflektif pada anak. Mereka belajar untuk tidak cepat menyerah, menyusun strategi evaluasi, dan merasakan kepuasan saat berhasil memperbaiki sesuatu yang salah.
Dalam Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (Kemendikdasmen, 2025), debugging disebut sebagai bagian penting dari computational thinking karena mendorong siswa belajar dari kesalahan dan mengembangkan daya juang dalam menyelesaikan masalah.
Jadi, mari tanamkan pada siswa bahwa kesalahan bukan akhir dari proses belajar—justru awal dari pemahaman yang lebih dalam. Lewat debugging, anak tidak hanya belajar koding, tapi juga belajar tentang ketekunan, tanggung jawab, dan berpikir kritis.
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial; Wing, J. (2006). Computational Thinking; CS Unplugged Project (csunplugged.org).
Penutup
Kadang, saat mendengar kata “koding”, kita langsung terbayang anak duduk menatap layar dengan baris-baris kode yang rumit. Padahal, koding itu bisa dimulai dari hal-hal sederhana yang penuh makna—dan bisa diajarkan bahkan tanpa komputer. Inilah pentingnya kita sebagai guru memahami dasar-dasar koding sejak dini, bukan untuk menjadikan anak-anak sebagai programmer profesional, tapi untuk melatih cara berpikir yang terstruktur, logis, dan kreatif.
Pembelajaran koding adalah tentang membekali generasi muda agar tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tapi juga mampu memahami, mengelola, dan bahkan menciptakan teknologi itu sendiri. Anak-anak belajar menyusun langkah, mengenali pola, memilih keputusan, dan memperbaiki kesalahan—semua itu bukan hanya berlaku di dunia digital, tapi juga relevan dalam kehidupan nyata.
Buat kamu yang baru pertama kali mengenal konsep ini, kami sarankan untuk mulai dari artikel pembuka: Apa Itu Pembelajaran Koding? Yuk Guru, Kenalan Dulu! . Di sana dibahas dasar filosofis dan tujuan penting pembelajaran ini.
Kemudian, kamu bisa lanjut membaca artikel berikut: Belajar Koding Pakai Apa? Ini Media dan Metodenya di Sekolah , yang memberikan ide-ide praktis dan media pembelajaran yang bisa langsung diterapkan di kelas.
Kini, setelah kamu memahami dasar-dasarnya di artikel ini, saatnya bertindak. Tidak perlu menunggu perangkat canggih atau kurikulum yang sempurna. Dengan kreativitas guru dan semangat belajar siswa, kita bisa mulai dari mana saja. Yang penting, dimulai dari sekarang.
Karena masa depan anak-anak kita dibangun dari langkah kecil yang kita pandu hari ini.

Aristo Bharata
Founder tamanpustaka.com & guru di UPTD SPF SDN Sekarputih 1 Kecamatan Tegalampel Bondowoso