PARENTING
Anak Itu Raja, Pembantu, Dan Wazir
27 - Maret - 2020 2810 Share :Pada kenyataannya, kita jarang memperhatikan sosok anak-anak kita untuk direnungi keberadaannya; siapa mereka sebenarnya, atau merenungi lebih jauh lagi untuk apa mereka ada. Mungkin diperlukan ribuan buku untuk mempelajari siapa sosok mereka.

Siapakah anak kita? Jawabannya akan sulit sebab sangatlah sulit menggambarkan siapa sosok anak kita secara deatail dari multidimensi sudut pandang. Singkatnya, anak kita adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang. Berarti, agar mudah mengamati mereka selama fase pertumbuhan dan perkembangannya. Saya mencoba menganalisisnya dengan cara yang agak berbeda. Maksudnya, saya tidak memulainya dengan memaparkan teori-teori perkembangan anak, tetapi dimulai dari fase status dan fase ruang lingkup.
Fase status tersebut merupakan perkembangan anak berdasarkan riwayat Rasulullah Saw. dalam membagi tahap kehidupan seseorang, tujuh tahun pertama, anak adalah RAJA; tujuh tahun kedua, menjadi PEMBANTU (yang harus taat dalam menjalankan perintah); sedangkan tujuh tahun ketiga, menjadi WAZIR (menteri) yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya.
Rasulullah Saw. pun menjelaskan fase ruang lingkup sebagai, “Biarkanlah anak-anak kalian bermain dalam tujuh tahun pertama, kemudian didik dan bimbinglah mereka dalam tujuh tahun kedua, sedangkan tujuh tahun berikutnya, jadikan mereka bersama kalian dalam musyawarah dan menjalankan tugas”.
Cukup menarik, dua konsep pendidikan anak yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. ternyata anak kita punya tiga status penting dalam kehidupannya. RAJA sebagai status tertinggi. Jika kita merawat seorang RAJA, pasti kita harus tetap menghormati dan melayani segala kebutuhannya. Sebagai pengasuh, kita tak diperbolehkan membentak, memerintah, atau malah memukul RAJA karena RAJA biasanya punya banyak hak atau ruang lingkup kewenangan sehingga akibatnya kita bisa saja “dipecat” atau “dihukum”.
Anak berusia 0-7 tahun adalah RAJA kecil, yang ternyata punya ruang lingkup khas, yaitu BERMAIN. Bukan berwenang sesungguhnya, yaitu memimpin pemerintahan, mengenakan mahkota di kepala, duduk di singgasana, membuat peraturan-peraturan, menarik pajak dari rakyat, bahkan sampai menjatuhkan hukuman bagi orang-orang yang dianggap bersalah. Ternyata, RAJA yang dimaksud disini adalah RAJA yang punya hak atau ruang lingkup BERMAIN. Status RAJA ini akan berakhir ketika anak memasuki masa tujuh tahun keduanya.
Status kedua adalah PEMBANTU. Anda dapat membayangkan terjadi penurunan yang drastic, yaitu dari RAJA turun menjadi PEMBANTU. Pada masa ini, orang tua menjadi TUAN dan anak menjadi PEMBANTU. Namun, bagaimana sesungguhnya PEMBANTU ini? Apakah orang tua bisa seenaknya memerintah untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat? Jika PEMBANTU melakukan kesalahan, langsung dimarahi dan dipukul, atau PEMBANTU yang dijauhkan dari katifitas-aktifitas yang bermanfaat, atau PEMBANTU yang mirip robot yang taat terhadap perintah tuannya tanpa punya kesempatan untuk berfikir, jika tuannya memerintahkan terjun ke dalam jurang tanpa keraguan sedikitpun dia akan melakukannya tanpa piker panjang.
Dalam konsep Rasulullah SAW., status anak sebagai PEMBANTU punya hak atau kewenangan dalam ruang lingkup DIDIK dan BIMBING. Artinya, PENDIDIKAN dan BIMBINGAN adalah hak yang harus diperoleh anak pada masa 7 tahun kedua ( 7-14 tahun). Ada perbedaan yang jelas antara PENDIDIKAN dan BIMBINGAN. PENDIDIKAN lebih bermakna penanaman pengetahuan atau menanamkan isi sebuah kurikulum, sedangkan BIMBINGAN adalah pengasuhan untuk membentuk kepribadian pada jalan yang diinginkan. Dengan demikian, pada fase ini sebutan anak kita adalah PEMBANTU yang harus di DIDIK dan di BIMBING.
Status ketiga adalah WAZIR, yang berarti terjadi peningkatan status kembali pada anak di 7 tahun ketiga. WAZIR adalah jabatan terhormat yang biasanya berperan penting dalam kehidupan bernegara. Ingat bahwa keluarga adalah miniatur Negara. Bayangkan, jika Anda punya WAZIR di rumah, tentu akan sangat membantu. Apalagi anak Anda yang berstatus WAZIR punya hak dan ruang lingkup kewenangan musyawarah dan bersama menjalankan tugas atau kerja sama.
Tentunya dalam kehidupan berkeluarga banyak masalah kompleks yang terjadi. Dalam status WAZIR, anak kita bisa jadi selalu membantu untuk mencari jalan keluarnya, selalu memberikan sumbangsih pikiran, dan ikhlas membantu orang tua untuk bersama-sama menghadapi dinamika masalah dalam keluarga. Kenyataan yang tidak dapat dimungkiri bahwa dalam kehidupan keluarga terdapat siklus alami yang akan terjadi: orang tua berusia makin lanjut dan kembali kepada masa seorang bayi yang penuh ketergantungan pada pihak lain. Lalu, saat usia orang tua sudah lanjut, secara alami anaklah yang membantu semua aktifitas orang tua dan permasalahannya.
Orang tua dimana pun pasti mengharapkan anak mereka menjadi manusia yang sukses dan berhasil saat dewasa. Artinya, kesuksesan tersebut dapat dicapai ketika anak berada pada tahap 7 tahun ke tiga. Untuk menuju kondisi ideal tersebut, tentunya pendekatan orang tua kepada anak harus berhasil pada masa anak berada di usia 7 tahun keduanya. Dan keberhasilan itu bisa disebabkan ketepatan pendekatanorang tua kepada anaknya pada masa 7 tahun pertama. Sebaliknya, apabila 7 tahun pertama dilewati oleh orang tua dengan cara yang salah, maka pada 7 tahun kedua, orang tua akan banyak mengalami hambatan dalam berkomunikasi dengan anak. Akhirnya, pada masa 7 tahun ketiga, anak tumbuh menjadi pribadi yang kehilangan kepercayaan dan moral. Jangan sampai hal ini terjadi dalam keluarga kita.
Beragam fenomena sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya orang tua yang kurang bersabar menghadapi perilaku aktif anak pada 7 tahun pertama. Sang RAJA kecil ini selalu dibentak, dimarahi, bahkan dipukul ketika melakukan aktifitas yang dianggap sebagai “kenakalannya”. Pendekatan yang salah ini akan berdampak pada 7 tahun keduanya. Perhatikan, betapa banyak orang tua yang sulit sekali berkomunikasi dengan anaknya saat anak memasuki usia 7 tahun kedua.
“Nak, tolong Mama, ya! Belikan gula di warung depan!” pinta seorang ibu kepada anaknya.
“Ah, lagi asyik chatting, nih. Mama sendiri kan bisa ke warung …”
Itu jawaban sang anak. Dan, biasanya berakhir dengan pertengkaran antara anak dan ibunya.
Kasus lain yang terjadi, banyak anak yang telah selesai kuliah, menjadi Sarjana, bekerja hingga kehidupannya mapan dan sukses, kemudian menikah dan punya anak. Namun, mereka lupa kepada orang tuanya.
semoga kelak, kala anak kita dewasa, menjadi WAZIR untuk Ayah dan Bundanya, mampu melindungi dan selalu hadir ketika dibutuhkan orang tuanya.
Sumber
*) Dikutip dari berbagai sumber

Rina Sari
Guru SDN Grujugan Kidul 3 Bondowoso, Jawa Timur